Orang Batak Menyetop Taksi
Suatu hari, ada orang Batak yang sedang berwisata di kota Jakarta dan ia bermarga Manalu, saat menunggu taksi yang lewat iapun duduk untuk beristirahat.
Saat itu ia melihat ada taksi tak berpenumpang yang kebetulan lewat maka segera iapun menyetop taksi itu, dan saat diberhentikan sang supir taksi bertanya kepada si Batak ini. "Mana lu?" tanyanya sambil mengintip dari jendela (maksudnya kamu mau ke mana?), si Batak ini kaget dan bergumam "Bah, hebat kali supir taksi di Jakarta ini? Belum apa-apa sudah tahu namaku."
Lalu ia bertanya lagi pada si supir taksi ini "Hei kau, kau paranormal ya?" Lalu supir taksi ini menjawab sambil nyeleneh dan pergi "Sinting." Si Batak ini bergumam lagi "Bah, lebih hebat lagi supir taksi ini, dia tahu kemana tujuanku.
Aku kan mau pergi ke rumah temanku si Ginting." Karena dari 5 taksi yang ia berhentikan mengatakan hal yang sama saja, si Batak ini frustasi dan akhirnya memutuskan untuk naik metro mini saja daripada repot-repot cari taksi.
Di dalam metro mini ia berkata dalam hati "Supir-supir taksi di Jakarta ini paranormal semua kelihatannya tetapi
aneh, kok mereka tak mau kutumpangi ya? Padahal uangku cukup."
Manuhor Pulsa
Adong ma sada ama-ama sian huta pardomuan, sukses besar dalam bisnis durianna. Panen na sukses hampir mencapai omzet 10 juta dalam 1 bulan. Alani lumayan do untung na, gabe kepingin ma amanta i laho mar handphone sebagaimana nadi nipi-ipihon salelengon.
Laho ma amatta i tu sada toko handphone di bilangan segitiga emas Sidikalang, alias jalan Sisingamangaraja. Songonon ma kira-kira pembicaraan antara amanta i dohot par toko handphone on:
A : "Ai laho manuhor handphone au lae, na songon dia do na pas di natua-tua songon au. Argana hira-hira 1 tu 2 juta. Ai nasai do pe adong hepengku."
TH : "Ohh... adong amang, type na NOKIA 3260, balga-balga do tombol na, dang susa amang molo lau mamiccit nomorna. On ma contoh na amang. Argana holan 1,5 juta do."
A : "Boi .. boi ma i. Baen ma dohot nomor na sekalian. Pasang ma sekaligus, dang hupaboto-boto mamasang i, sekalian ma dohot pulsana."
TH: "Boi amang, on ma nomor na, pillit hamu ma. Molo pulsana, na sadia ma ta baen amang, adong 25 ribu, 50 ribu dohot 100 ribu."
A : "Ai hamu ma mamillit nomor nai, baen ma nomor na bagak. Molo pulsanai si 100 ribu ma baen."
TH : "Boi amang, alai sebelum hupillit no nai, ai didia do halak amang tinggal?"
A : "Di pardomuan, jonok do tu tigalingga"
TH : "Ohh... alai hurasa amang, dang adong dope sahat jaringan tu Pardomuan."
A : "Ima... ima .. nga boi i . Baen ma 100 ribu dohot jaringan na i, bila porlu 200 ribu pe boi, asa unang mulak-ulak iba tu Sidikkalang on."
TH : "???!!??"
Butet Menghadapi Ujian Semester
Alkisah, Butet si Gadis Cantik dari Batak akan menghadapi ujian semester. Agar bisa konsentrasi, dia memutuskan menyepi ke villanya di Puncak. Setelah keluar dari jalan tol Jagorawi, Butet merasa lapar sehingga memutuskan untuk mampir di Pasaribu Cipanas.
Beberapa pemuda tanggung langsung hutasoit-soit melihat butet yang seksi itu. Tapi butet tidak peduli, dia jala sitorus memasuki rumah tanpa menanggapi. Sepiring Naibaho yang hangat dengan ikan gurame yang dibakar dengan batubara membuatnya semakin berselera. Apalagi diberi sambal terasi dan semangkok nababan yang hijau segar. Setelah mengisi perut , Butet melanjutkan perjalanan. Ternyata jalan kesana ber-bukit-bukit. Kadang nainggolan, kadang manurung. Di tepi jalan dilihatnya banyak pohan. Kebanyakan pohan ”tanjung“. Beberapa diantaranya ada yang simatupang diterjang badai semalam.
Begitu sampai di villa, Butet membuka pintu mobil, wow, siregar sekali hawanya, berbeda dengan jakarta yang panggabean penuh asap. Hembusan perangin-angin pun sepoi-sepoi menyejukkan. Sejauh simarmata memandang warna hijau semuanya. Tidak ada tanah yang girsang.
Mulanya butet ingin berenang. Tetapi yang ditemukan hanyalah bekas kolam renang yang akan di -hutahuruk dengan tambunan tanah. Akhirnya dia memutuskan untuk berjalan-jalan di kebun teh saja. Sedang asik-asiknya menikmati keindahan alam, tiba-tiba dia dikejutkan oleh seekor ular yang sangat besar ”Sinaga... !” teriaknya sambil lari sitanggang langgang.
Celakanya dia malah terpeleset dari tobing yg tinggi sehingga bibirnya sihombing. Kasihan sekali..., butet menangis marpaung-paung lantaran kesakitan.
Tetapi..., dia lantas ingat... bahwa sebagai orang batak pantang untuk menangis. Dia harus togar...!
Maka, dengan menguatkan, dia pergi ke puskesmas setempat untuk melakukan panjaitan terhadap bibirnya yang sihombing itu. Mantri puskesmas tergopoh-gopoh simangunsong di pintu untuk menolongnya.
”Hem... ongkosnya pangaribuan... ” kata mantri setelah memeriksa sejenak.
”Itu terlalu mahal... bagaimana kalau napitupulu saja?” tawar si Butet
”Napitupulu terlalu murah, mengertilah saya sebagai PNS pandapotan saya khan kecil sekali , ekonomi keluarga saya sudah sangat ginting sekali,” kata mantri memelas
”Jangan begitulah, masa tidak siahaan melihat bibir saya begini?“.
”Baiklah , tapi panjaitan nya pakai jarum sitompul saja” sahut mantri mulai agak kesal.
”Cepatlah! aku sudah hampir munthe, yach... saragih sedikit tidak apa-apalah, dari pada bibirku sihombing terus...”
Malamnya...,
Ketika sedang asik belajar sambil makan kue lubis kegemarannya, sayup-sayup dia mendengar lolongan rajagukguk. Wah... Butet bonar-bonar ketakutan. Apalagi ketika mendengar suara di pintunya berbunyi ”Poltak...!” keras sekali.
”Ada situmorang ……! “,
”Sialan, cuma kucing...” desahnya lega. Dia sudah sempat berpikir yang silaen-laen.
Selesai belajar...,
Butet menyalakan televisi. Ternyata ada siaran Discovery chanel yang menampilkan hutabarat Amazon di Kanada yg terkenal itu serta simamora gajah purba yang berbulu lebat. Saat commercial break, muncul lagu nasional RI yang terkenal dengan seruannya ”Simanjuntak gentar, sinambela yang benar...!”.
Keesokan harinya...,
Butet kembali ke Jakarta dan langsung pergi ke kampus.
Di depan ruang ujian dia membaca tulisan ”Harahap tenang, ada ujian “.
Butet bergumanm ” ah ….. aku kan marpaung, boleh ribut dong …. ! “.
“Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.”
Humor Daerah Sumatra
Pada jaman dahulu kala, hiduplah serorang pendekar wanita, Butet namanya. Sebelum lulus dari Pandapotan silat, ia harus menempuh ujian Nasution. Agar bisa berkonsentrasi, dia memutuskan untuk menyepi ke gunung dan berlatih.
Saat di perjalanan, Butet merasa lapar sehingga memutuskan untuk mampir di Pasaribu setempat
Beberapa pemuda tanggung yang lagi nonton sabung ayam sambil Toruan, langsung Hutasoit-soit melihat Butet yang seksi dan Hotma itu. Tapi Butet tidak peduli, dia jalan Sitorus memasuki rumah makan tanpa menanggapi, meskipun sebagai perempuan yang ramah tapi ia tak gampang Hutagaol dengan sembarang orang.
Naibaho ikan gurame yang dibakar Sitanggang dengan Batubara membutanya semakin berselera. Apalagi diberi sambal terasi dan Nababan yang hijau segar. Setelah mengisi perut, Butet melanjutkan perjalanan. Ternyata jalan ke sana berbukit-bukit. Kadang Nainggolan, kadang Manurung. Di tepi jalan dilihatnya banyak Pohan, kebanyakan Pohan Tanjung. Beberapa diantaranya ada yang Simatupang diterjang badai semalam.
Begitu sampai di atas gunung, Butet berujar "Wow, Siregar sekali hawanya"
katanya, berbeda dengan kampungnya yang Pangabean. Hembusan Perangin-angin pun sepoi-sepoi menyejukkan, sambil diiringi Riama musik dari mulutnya. Sejauh Simarmata memandang warna hijau semuanya.
Tidak ada tanah yang Girsang, semuanya Singarimbun. Tampak di seberang, lautan ikan Lumban-lumban. Terbawa suasana, mulanya Butet ingin berenang. Tetapi yang diketemukannya hanyalah bekas kolam Siringo-ringo yang akan di Hutahuruk dengan Tambunan tanah. Akhirnya dia memutuskan untuk berjalan-jalan di pinggir hutan saja, yang suasananya asri, meskipun nggak ada Tiurma memlambai kayak di pantai.
Sedang asik-asiknya memnikmati keindahan alam, tiba-tiba dia dikejutkan oleh ular yang sangat besar. "Sinaga!" teriaknya ketakutan sambil lari Sitanggang-langgang. Celakanya, dia malah terpeleset dari Tobing sehingga bibirnya Sihombing. Karuan Butet menangis Marpaung-paung lantaran kesakitan. Tetapi dia lantas ingat, bahwa sebagai pendekar pantang untuk menangis. Dia harus Togar. Maka, dengan menguat-nguatkan diri, dia pergi ke tabib setempat untuk melakukan pengobatan.
Tabib tergopohg-gopoh Simangunsong di pintu untuk menolongnya. Tabib bilang, bibirnya harus di-Panjaitan.
"Hm, biayanya Pangaribuan" kata sang tabib setelah memeriksa sejenak.
"itu terlalu mahal. Bagaimana kalau Napitupulu saja?" tawar si Butet.
"Napitupulu terlalu murah. Pandapotan saya kan kecil".
"Jangan begitulah. Masa' tidak Siahaan melihat bibir saya Sihombing begini? Apa saya mesti Sihotang, bayar belakangan? Nggak mau kan?" "Baiklah, tapi pakai jarum Sitompul saja" sahut sang mantri agak kesel. "Cepatlah! Aku sudah hampir Munthe. Saragih sedikit nggak apa-apalah".
Malamnya, ketika sedang asik-asiknya berlatih sambil makan kue Lubis kegemarannya, sayup-sayup dia mendengar lolongan Rajagukguk. Dia Bonar-bonar ketakutan. Apalagi ketika mendengar suara disemak-semak tiba-tiba berbunyi "Poltak!" keras sekali.
"Ada Sitomorang?" tanya Butet sambil memegang tongkat seperti stik Gultom erat-erat untuk menghadapi Sagala kemungkinan.
Terdengar suara pelan, "Situmeang". "Sialan, cuma kucing." desahnya lega. Padahal dia sudah sempat berpikir yang Silaen-laen. Selesai berlatih, Butet pun istirahat. Terkenang dia akan kisah orang tentang Hutabarat di bawah Tobing pada jaman dulu dimana ada Simamora, gajah Purba yang berbulu lebat. Keesok harinya, Butet kembali ke Pandapotan silatnya. Di depan ruangan ujian dia membaca tulisan: "Harahap tenang! Ada ujian.
"Wah telat, emang udah jam Silaban sih". Maka Siboru-boru dia masuk ke ruangan sambil bernyanyi-nyanyi. Di-Tigor-lah dia sama gurunya "Butet, kau jangan ribut!, bikin kacau konsentrasi temanmu!"
Butet, tanpa Malau-malau langsung Sijabat tangan gurunya, "Nggak Pakpahan guru, sekali-sekali?!"
Akhirnya, luluslah Butet dan menjadi orang yang disegani karena mengikuti wejengan guru Pandapotan silatnya untuk selalu,
"Simanjuntak gentar, Sinambela yang benar!"
0 comments:
Post a Comment